Ilustrasi Kitab Klasik Islam
Dalam studi keilmuan Islam, khususnya di bidang hadis dan fikih, nama Al Muwatta adalah sebuah entitas yang tak terpisahkan dari sejarah pembukuan sunnah Nabi Muhammad SAW. Kitab ini bukan sekadar koleksi riwayat, melainkan fondasi hukum Islam yang disusun oleh salah satu imam besar yang dihormati sepanjang masa: Imam Malik bin Anas bin Malik al-Asbahi.
Imam Malik, yang wafat di Madinah, dikenal sebagai Imam Darul Hijrah (Imam Kota Nabi). Beliau hidup di era di mana Islam telah menyebar luas, dan kebutuhan akan kodifikasi hadis yang otentik menjadi sangat mendesak untuk menjaga kemurnian ajaran. Al Muwatta adalah jawabannya.
Penyusunan Al Muwatta memakan waktu yang sangat panjang. Imam Malik tidak terburu-buru dalam menyusun karyanya. Ia dikenal sangat selektif dan ketat dalam memilih sanad (rantai periwayat) serta matan (teks hadis) yang akan ia masukkan ke dalam kitab tersebut. Beliau meriwayatkan dari para ulama terpercaya yang hidup di Madinah, memastikan bahwa riwayat yang dicatat memiliki kedekatan historis dan geografis dengan sumber utama ajaran Islam.
Secara harfiah, Al Muwatta berarti 'Jalan yang Dilalui' atau 'Yang Memudahkan'. Nama ini disematkan karena Imam Malik berharap kitab ini akan menjadi jalan yang mudah dipahami dan diikuti oleh umat Islam dalam beramal dan berhukum berdasarkan sunnah. Berbeda dengan kompilasi hadis yang bersifat ensiklopedis, Al Muwatta memiliki fokus yang sangat kuat pada penerapan praktis dalam kehidupan sehari-hari dan hukum yang berlaku di Madinah pada masanya.
Salah satu keunikan utama yang membuat Al Muwatta adalah sangat berpengaruh adalah penyajiannya yang mengintegrasikan antara hadis dan pandangan fikih Imam Malik (ra'yu) secara harmonis. Dalam banyak bab, Imam Malik tidak hanya mencantumkan hadis, tetapi juga memberikan fatwa atau penjelasannya mengenai bagaimana hadis tersebut diterapkan dalam masalah hukum.
Al Muwatta disusun berdasarkan bab-bab fikih, mulai dari Taharah (bersuci), Salat, Zakat, Haji, hingga muamalah (transaksi). Setiap hadis yang dimasukkan telah melalui filter ketat berdasarkan praktik dan ijtihad penduduk Madinah.
Kitab ini mencakup sekitar 1.720 riwayat hadis, yang terdiri dari perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW, serta perkataan para sahabat, tabi'in, dan praktik hukum yang telah berlaku lama di kota Madinah. Keaslian dan penerimaan koleksi ini sangat tinggi, karena Imam Malik sendiri adalah guru bagi banyak ulama besar di masa-masa selanjutnya, seperti Imam Syafi'i.
Para ulama menetapkan bahwa Al Muwatta adalah kitab hadis pertama yang dikodifikasikan secara resmi dan sistematis. Meskipun beberapa karya lain mungkin disusun bersamaan, Al Muwatta diakui sebagai kitab hadis yang paling otentik pada masanya. Hal ini dikarenakan kedalaman ilmu Imam Malik dan standar ketat yang ia terapkan.
Ketika Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur meminta Imam Malik untuk membukukan kitab yang akan dijadikan acuan resmi negara, lahirlah Al Muwatta. Meskipun Imam Malik menolak usulan untuk menjadikan karyanya sebagai satu-satunya hukum negara—beliau berpendapat bahwa setiap wilayah memiliki kekhasan ijtihadnya sendiri—pengaruhnya tetap tak tertandingi.
Saat ini, Al Muwatta masih menjadi rujukan penting. Berbagai jalur periwayatan (riwayat) Al Muwatta yang terkenal antara lain riwayat Yahya bin Yahya Al-Tamimi (yang paling populer di kalangan Maghribi/Afrika Utara) dan riwayat Abu Mush'ab Az-Zuhri. Mempelajari Al Muwatta adalah sebuah langkah penting bagi siapa saja yang ingin mendalami akar-akar mazhab Maliki dan memahami bagaimana hukum Islam distandarisasi di abad-abad awal Islam.
Kesimpulannya, Al Muwatta adalah sebuah mahakarya yang menjadi jembatan antara tradisi lisan hadis dengan kodifikasi tertulis yang terstruktur berdasarkan fikih. Kontribusinya terhadap pembentukan hukum Islam adalah abadi.