Al Muwaththa Adalah: Pilar Utama dalam Ilmu Hadis

Al Muwaththa Hadis Sunnah

Ketika berbicara mengenai sumber-sumber utama ajaran Islam setelah Al-Qur'an, nama Al Muwaththa (atau terkadang disebut Al-Muwatta) pasti muncul. Kitab ini merupakan salah satu karya monumental dalam khazanah ilmu hadis, disusun oleh Imam Malik bin Anas bin Malik bin Amr al-Asbahi, seorang ulama besar dari Madinah. Dalam terminologi Islam, Al Muwaththa adalah kitab hadis yang memiliki posisi istimewa, bahkan seringkali disebut sebagai kitab hadis tertua yang tersusun secara sistematis.

Siapa Penyusun Al Muwaththa?

Imam Malik (wafat 179 H/795 M) adalah figur sentral dalam mazhab fikih Maliki yang tersebar luas di Afrika Utara dan beberapa bagian Timur Tengah. Beliau dikenal dengan julukan Syaikhul Islam (Guru Besar Islam) dan Darul Hijrah (Ahli Madinah) karena kedalaman ilmunya dan hubungannya yang erat dengan kota suci Madinah, tempat Rasulullah SAW dimakamkan.

Penyusunan Al Muwaththa bukanlah pekerjaan instan. Imam Malik menghabiskan waktu puluhan tahun untuk mengumpulkan, meneliti, dan memverifikasi setiap riwayat yang ada di dalamnya. Beliau dikenal sangat selektif, memastikan bahwa setiap hadis yang dimasukkan benar-benar sahih dan sesuai dengan praktik penduduk Madinah pada masa itu, yang dianggap sebagai representasi terbaik dari Sunnah Rasulullah SAW karena kedekatan geografisnya dengan tempat Rasulullah SAW wafat.

Apa Makna "Al Muwaththa"?

Kata "Al Muwaththa" (الموطأ) secara harfiah bermakna "yang dipermudah" atau "yang disiapkan". Ada beberapa interpretasi mengapa Imam Malik menamai karyanya demikian:

Keistimewaan dan Metodologi Penulisan

Keunikan Al Muwaththa terletak pada strukturnya yang menggabungkan hadis Nabi SAW, perkataan sahabat, fatwa tabi'in, hingga pendapat Imam Malik sendiri. Struktur ini berbeda dengan kitab hadis kompilasi (seperti Shahih Bukhari atau Muslim) yang umumnya hanya berfokus pada hadis marfu' (yang dinisbahkan langsung kepada Nabi SAW).

1. Prioritas Amaliah Penduduk Madinah

Imam Malik sangat menekankan 'Amal Ahlul Madinah (praktik penduduk Madinah). Bagi beliau, praktik yang berkelanjutan di kota Nabi adalah bukti otentik bahwa ajaran tersebut benar-benar bersumber dari Sunnah yang diterima secara lisan dan praktik. Jika terdapat hadis yang bertentangan dengan praktik umum yang masyhur di Madinah, Imam Malik cenderung lebih memprioritaskan praktik tersebut, tentu setelah melakukan verifikasi mendalam.

2. Komentar dan Pendapat Pribadi

Tidak seperti kompilator hadis di generasi selanjutnya yang cenderung membatasi diri pada penyajian sanad dan matan (teks hadis), Al Muwaththa sarat dengan pandangan, tarjih (penentuan pendapat yang lebih kuat), dan penjelasan hukum yang diberikan oleh Imam Malik. Hal inilah yang membuat Al Muwaththa menjadi kitab hadis sekaligus kitab fikih (yurisprudensi Islam) pada masanya.

3. Jumlah Hadis

Jumlah hadis dalam Al Muwaththa bervariasi tergantung pada riwayat periwayatannya. Versi yang paling terkenal, riwayat Yahya bin Yahya al-Laitsi (yang menjadi dasar utama cetakan modern), diperkirakan memuat sekitar 1.720 hadis (termasuk yang berulang dan yang merupakan perkataan sahabat/ulama).

Pengaruh Al Muwaththa

Pengaruh Al Muwaththa dalam sejarah Islam sangat besar. Kitab ini menjadi rujukan utama bagi perkembangan fikih dan metodologi periwayatan hadis di abad-abad awal Islam. Kehadirannya meletakkan dasar bagi pembentukan mazhab Maliki. Selain itu, Al Muwaththa juga menjadi salah satu acuan penting bagi Imam Bukhari dan Muslim dalam menyusun kitab Shahih mereka, meskipun mereka cenderung menyaring hadis-hadis yang bersifat ijtihadi (pendapat ulama) yang ada di dalamnya.

Kesimpulannya, Al Muwaththa adalah kompilasi hadis dan fikih yang disusun oleh Imam Malik bin Anas, yang mencerminkan otoritas keilmuan beliau dan memuat warisan Sunnah yang telah teruji melalui praktik historis penduduk Madinah. Kitab ini adalah jendela menuju pemahaman Islam yang praktis dan terlembaga sejak awal kemunculannya.

🏠 Homepage